Mengasihi Handphone Lebih Dari Segala Sesuatu

2 Mei 2024

 ====================================================================================================

Yoh 15:9"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.

Yoh 15:10Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.

Yoh 15:11Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.

==============================================================================================

Pernah di suatu masa ketika masih bekerja, HP ketinggalan di rumah.  Panik?  Tentu saja!  Ketinggalan HP seolah-olah ketinggalan nyawa.  Terasa hampa.  Mati.  Bingung mau berbuat apa.  Handphone seolah menjadi barang paling penting di dunia, yang tanpanya, hidup juga tidak berarti apa-apa.  Dan itulah realita di zaman sekarang ini.  Realita ketika ada banyak orang yang lebih mengasihi handphonenya daripada mengasihi Allah dan sesama manusia.


Berbicara tentang kasih seringkali seperti tong kosong nyaring bunyinya.  Bunyi aja kenceng, action seringkali kurang! NATO! No Action Talk Only! 
 
Aku sering bertemu para pemuka agama yang pas di mimbar itu penuh semangat meneriakkan kasih, giliran ketemu gapruk wajahnya datar-datar saja.  Bahkan ada yang berpura-pura tidak melihat.  Padahal aku yakin beliau tahu kalau aku adalah umatnya.  Wong sama-sama baru keluar dari dalam gereja kok.  Minimal senyum kek kalau disapa.  Ini lempeng saja seolah mati rasa.  Memang tidak semua pemuka agama seperti itu.  Kalau pun ada, aku yakin itu bukan ada di parokiku😁  Ya nggak papa sih sebenarnya kalau ada.  Hanya saja kok rasanya kayak gimana gitu ya.  Seperti sia-sia rasanya duduk serius mendengarkan kotbahnya 😂
 
Tapi aku tidak mau membicarakan pemuka agama yang seperti itu.  Aku ingin berbicara tentang diriku sendiri saja.  Bagaimana mengasihi Allah dan sesama manusia itu sungguh masih menjadi PR besar, yang sampai sekarang tidak kunjung kelar.  Dan memang demikianlah adanya.  Lebih mudah mengasihi handphone daripada mengasihi Allah dan sesama manusia.  Kenyataannya memang seperti itu.  Buktinya aku kalang kabut kalau ketinggalan handphone tapi tidak pernah kalang kabut ketika ketinggalan misa.  Aku panik luar biasa ketika lupa menaruh handphone dan bersikap biasa-biasa saja ketika lupa tidak berdoa.  Aku menjadi orang yang serba minder dan gaptek saat tidak memegang handphone tapi bersikap acuh dan tidak mau tahu ketika harus  belajar menjadi manusia.  Dan sekali lagi, handphone masih menjadi prioritas utama dibandingkan hal-hal lainnya.

Yesus mengatakan bahwa orang yang hidup di dalam kasih, akan penuh dengan sukacita.  Itu memang seratus persen bener!  Buktinya kalau lagi ngambek sama suami, terus diem-dieman tanpa kata, malah membuatku sakit kepala.  Hidup segan mati tak mau!  Semua jadi serba salah.  Padahal kalau pas berbaik-baik sama dia, aku bebas bernyanyi sepuasnya di mana saja, bebas tertawa ngakak-ngakak kapan saja, bebas tersenyum dengan sumringah.  Dan tentu saja otomatis bebas dari sakit kepala dan sakit jiwa.  Jadi, banyak-banyaklah mengasihi, supaya terbebas dari berbagai macam penyakit dalam diri.
 
Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa handphone banyak membantu dalam segala bidang, tetapi seharusnya ia bukan menjadi prioritas utama dalam hidup.  Ada saat di mana kita harus mematikannya.  Ada saat di mana hidup harus terlepas dari keterikatan yang nyandu.  Tetap dibutuhkan saat-saat hening.  Tetap diperlukan suasana yang tenang dan spesial.   Selalu terbuka untuk memperbaiki relasi dengan Allah dan sesama.  Senantiasa siap melakukan hal-hal yang mungkin berguna bagi manusia lainnya.  Intinya adalah, berlakulah bijak dalam memanfaatkan teknologi.  Dan berlakulah bijak juga dalam menjalin hubungan secara personal dengan Sang Pencipta.

#2May2024#hariPendidikanNasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS