Beruntunglah yang memimpin misa romo baru. Bukan baru ditahbiskan jadi romo, tapi baru diperbantukan di paroki. Jadi misa tidak berjalan lama seperti yang kubayangkan sebelumnya. Kotbahnya pun tidak bertele-tele dan langsung sampai pada tujuan. Dalam kotbahnya Romo A sempat mengomentari mayoritas umat yang mengenakan pakaian berwarna putih saat misa. Kamis Putih, baju Putih. Memang tidak terlalu relevan menurutku. Tapi kenyataannya memang seperti itu. Banyak umat yang memadupadankan pakaian sesuai 'judul' yang ada selama pekan suci. Hanya ada beberapa umat, termasuk aku dan suami, yang berpakaian warna terserah apa saja, yang penting bersih dan rapi.
Aku memandang salib yang masih tertutup kain ungu. Apakah warna pakaian begitu penting bagiMu, Tuhan? Manakah lebih penting, baju berwarna putih, atau hati penuh dosa yang ingin pengampunan dariMu? Manakah lebih penting, baju berwarna putih atau keinginan untuk mengubah diri?
Dalam hidup ini, aku bisa saja menjadi seperti Yudas Iskariot. Diam-diam ingin 'menjual' Tuhan. Diam-diam ingin mengeruk keuntungan dengan mengorbankan banyak orang. Diam-diam menjadi manusia congkak dan sombong tanpa sadar. Diam-diam mencari jalan untuk saling menjatuhkan. Diam-diam merencanakan banyak hal yang menyakitkan. Aku bisa saja dalam sekejap mencari muka di hadapan Tuhan dan dalam sekejap melupakan semua kebaikanNya.
Kamis Putih dan segala yang ada di dalamnya. Seolah sebuah gambaran cinta yang harus sering dirayakan. Sebuah pesan. Sebuah wasiat. Sebuah kekuatan yang diwariskan. Keberlanjutan sebuah cinta. Saling mencintai satu sama lain. Saling melayani tanpa pamrih. Itu teori. Tapi pelaksanaannya setengah mati. Kamis Putih adalah pengingat diri bahwa aku bukanlah siapa-siapa, jika berhenti menimba kekuatan dari sumber kekuatan itu sendiri.
#17April2025
FB: https://www.facebook.com/tiennaa25


Tidak ada komentar:
Posting Komentar