Sebenarnya aku tidak keberatan untuk bertugas dua kali ibadah. Tetapi jumlah lagu yang terlalu banyak, dan waktu latihan yang mepet membuat koor terasa kurang maksimal. Kalau semua peserta koor paham notasi mungkin tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah karena tidak semua peserta koor paham notasi dan jumlah ketukan dalam sebuah lagu. Bisa dimaklumi karena kebanyakan mereka ikut koor karena memang disuruh komunitasnya masing-masing dan sebagai bentuk pertanggungjawaban karena mendapat jatah tugas liturgi. Jadi semakin di-push dengan banyak lagu baru maka hasilnya seperti itulah. Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata π
Bagaimana tidak melelahkan, saat latihan saja sudah terasa demikian. Terlalu banyak lagu yang harus dipelajari, dan terlalu banyak peserta koor yang gonta ganti. Hari ini datang, kali lain hilang. Sopran dan Alto yang lumayan banyak tidak diimbangi dengan Tenor dan Bas yang hanya beberapa gelintir saja jumlahnya. Beberapa gelintir saja kalau tahu bagaimana harus bernyanyi dengan baik tidak masalah. Ini mengeluarkan suara saja takut-takut apalagi harus berlatih lagu sebanyak itu. Tambah takut lagi. Waktu latihan dua kali seminggu dengan jam yang cukup lama membuat tenaga seperti terkuras rasanya. Guru pengajar yang notabene paham not capek, apalagi murid yang pahamnya hanya setengah-setengah.
Menurutku, koor Jumat Agung itu cukup belajar dua tiga lagu saja dari teks. Sisanya bisa ambil dari buku Puji Syukur seperti biasanya. Dengan demikian belajar lagu-lagu baru bisa fokus dan menyanyi pasionya juga tidak gratul-gratul karena takut salah. Kalau terlalu banyak yang harus dipelajari malah banyak lupanya. Mau diforsir latihan berjam-jam pun tidak akan mempan. Bagus tidak, amburadul iya. Apalagi kalau sound sistemnya tidak bisa menjangkau tempat duduk koor yang sebanyak itu. Peserta koor banyak atau sedikit kalau speaker untuk menyanyi mencukupi pasti suara akan bisa terbantu dan terjangkau oleh umat yang duduk di dalam maupun di luar gereja.
Menurutku lagi, tugas koor itu adalah bagian dari tugas liturgi. Seharusnya koor bukan menjadi ajang gaya-gayaan hanya karena ingin tampil di depan. Bukan pula karena ingin bersaing wilayah mana yang tampilannya lebih baik atau tidak baik. Bukan banyak-banyakan lagu baru. Bukan juga karena mau tampil di panggung atau mau konser supaya dilihat dan dipuji-puji orang. Yang ingin dikeploki setelah selesai bernyanyi. Koor adalah salah satu pendukung berjalannya suatu liturgi dalam gereja. Bukan menjadi perhatian utama dari sebuah liturgi. Yang menjadi perhatian utama di dalam liturgi harusnya adalah Tuhan sendiri. Koor, petugas liturgi yang lain, itu adalah sarana pendukung supaya liturgi dalam misa atau ibadah bisa berjalan dengan baik.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar