Ziarah Porta Sancta (Bagian 4 - Selesai)

6 Nov 2025

Selesai memanjakan perut, panitia memberi waktu untuk istirahat sebentar.  Ada yang duduk-duduk saja di Pujasera seperti kami.  Ada yang lanjut belanja-belanja di Bugis pusat oleh-oleh murah. Agak bingung juga aku. Padahal waktu yang dikasih cuman 45 menit tapi masih sempat juga nenteng belanjaan sekarung.  Namanya juga mamak-mamak.  Asal ada kesempatan hajar...! ๐Ÿ˜‚

4.  Church of Divine Mercy

Perjalanan dilanjutkan menuju Church of Divine Mercy atau Gereja Kerahiman Ilahi.  Jarak dari tempat makan sekitar setengah jam.  Lumayan bisa dipakai merem sebentar di dalam bus. Gerejanya keren. Pengunjung disambut dengan lampion Yesus dalam ukuran besar di pintu masuk. 

Seperti biasa aku cari toilet dulu.  Biar konsen nanti doa-doanya.  Balik dari toilet sempat tertegun ketika melewati suatu sudut doa dengan patung keluarga kudus di dalamnya.  Mau foto-foto sudah tidak sempat lagi karena doa rosario Kerahiman Ilahi di dalam gereja sudah dimulai.  Selesai doa rosario ada satu sesi untuk berdoa secara pribadi di depan patung Yesus Sang Kerahiman Ilahi.  Sesudah itu dilanjutkan dengan foto bersama lagi.

Menurutku ini adalah gereja dengan salib Yesus paling keren yang pernah kulihat.   Dugaanku arsiteknya pasti adalah orang dengan pengalaman spriritual tinggi sehingga bisa membuat salib Yesus sekeren itu.  Memandangnya saja aku pengin menangis.  Salib, mahkota duri, dan Yesus yang merentangkan tangan seperti menyambut pulangnya anak yang hilang.  Sebanyak apapun dosamu, Tuhan selalu mengulurkan tangan, siapa memeluk dan memberikan pengampunan.  

Sayangnya ini acara bersama ya.  Jadi tidak bisalah kalau musti nangis-nangis kek orang baru putus dari pacar.  

5.  Cathedral of the Good Shepherd

Acara puncak dari ziarah adalah di gereja Katedral Gembala Baik.  Di situlah inti dari Porta Sancta kami.  Selesai mendaraskan doa-doa di luar gereja, kami masuk satu persatu ke dalam gereja dalam suasana hening sambil menyentuh pintu masuk gereja.  Lanjut lagi dengan doa dan foto bersama di dalam gereja.

Setelahnya kami dipersilahkan untuk mengikuti adorasi di ruang adorasi yang terletak di samping gereja.  Ruang adorasinya kecil jadi kami harus masuk bergantian.   Tetapi secara keseluruhan pengaturannya juga keren.  Suasana adorasi sangat terasa sekali karena masing-masing orang berusaha untuk menjaga keheningan.  

Selesai adorasi adalah acara bebas.  Foto-foto dong!  Baru sadar bahwa Katedral Gembala Baik terletak sangat dekat dengan Merlion Park, tempat singa muntah.  Kenapa dari kemarin-kemarin tidak kepikiran untuk mampir ya?  Padahal dekat banget.  Mungkin aura untuk pelesiran lebih kuat daripada untuk berdoa makanya tidak nyangkut sedikit pun di pikiran untuk mampir.

Selesai acara di Katedral, maka selesai pula acara peziarahan kali ini.  Lanjut dengan acara bebas sampai jadwal ferry balik ke Batam.  Kami diberi waktu untuk keliling Vivo dan Harbourfront sepuasnya.  Yang penting ingat saat pulang. Dah itu saja!

Aku, mbak Yudi dan Nadia tidak kepengin kemana-mana.  Hanya pengin ngopi.  Jadi sementara peserta yang lain mencari hiburan masing-masing, kami mencari tempat yang nyaman untuk ngopi.   Bosan ngopi jalan sebentar keliling pertokoan.  Bosan jalan lanjut duduk-duduk manis menikmati kegabutan menunggu saatnya pulang.

Secara pribadi, aku bersyukur bisa ikut acara seperti ini.  Minimal adalah pemanasan untuk jiwa-jiwa ringkih sepertiku yang hampir mati karena kekeringan panajang.  Berziarah mengenangkan perjalanan yang sering naik turun.  Merenungkan bahwa jika tidak ada campur tangan Tuhan aku mungkin sudah lama mati.

Ya Yesus Sang Kerahiman Ilahi, ampunilah dosa-dosa kami. Amin. 

Ziarah Porta Sancta (Bagian 3)

1 Nov 2025

Ini kemarin nulisnya agak terhambat karena ada panggilan telponan dari besti.  Dia curhatnya kelamaan sampai telingaku kepanasan.  Mau distop nggak enak karena nampak serius curhatnya.  Jadi meskipun hanya ah oh ah oh tetap kudengarkan sampai selesai mengeluarkan segala kesumpekan hidupnya.  Sesudahnya malah bisa ketawa-ketawa lagi dianya.  Tapi aku sudah terlanjur lupa mau nulis apa lagi.  Pada akhirnya ya hari inilah saatnya.

3.  St. Alfonsus Church (Novena Church)

Selesai acara di gereja Hati Kudus maka perjalanan selanjutnya  adalah menuju gereja Santo Alfonsus atau yang lebih dikenal dengan Novena Church. Mengapa disebut gereja Novena karena konon katanya banyak ujud-ujud doa yang terkabul di gereja ini lewat doa Novena. Kebetulan saat kami datang ada kegiatan ibadah semacam doa Novena untuk ujud permohonan secara khusus, yang diadakan setiap hari Sabtu jam 10 pagi.  

Gerejanya besar sekali.  Lebih besar dari gereja parokiku.  Dan umatnya pun membludak meskipun hanya doa Novena.  Full.   Karena agak terlambat masuk aku dapat kebagian tempat agak depan tapi yang tertutup tiang.  Penampakannya nanggung sekali.  Untung sound sistemnya bagus.  Jadi ritual yang dibawakan dalam bahasa Inggris bisa terdengar dengan jelas walaupun gerejanya segede gaban.

Selesai mendaraskan novena, lanjut doa di depan gua Maria yang masih dipimpin oleh Romo Aurel.  Suasana tetap khusuk meskipun berbaur dengan umat yang lain.  Yang menyenangkan itu kalau ibadah di Singapore kitanya itu ikutan anteng.  Lha kalau nggak anteng nanti masalah pulak di negara orang.  Coba kalau di negara sendiri, pasti sudah bising sendiri-sendiri.  Sibuk ngonten sendiri-sendiri๐Ÿ˜‚

Sesudah doa, sebagian peserta lanjut lagi dengan eksistensi, foto-foto lagi.  Sebagian lagi sibuk mencari toilet karena tujuan selanjutnya adalah nyari tempat makan. Takutnya di Pujasera susah cari toilet.  Jadi saat ada kesempatan untuk ke toilet ya ke toilet.  Itu sebabnya aku ketinggalan sesi foto-foto bersama para pastor di gereja Novena karena sibuk dengan urusan pertoiletan.  Gak papalah, yang penting saat makan kandung kemih sudah ringan, sehingga bisa makan dengan tenang dan nyaman.

Puas foto-foto, lanjut ke Bugis Street.  Cari makan di Pujaseranya.  Ada yang nenteng kardusan sarapan pagi yang belum sempat dimakan.  Ada pula yang ngebet makan mie goreng dari awal.  Cita-citanya makan mie goreng atau mie kuah biar nanti nggak nyesel kalau waktunya pulang. 


Dan memang begitulah.  Pesen mie goreng dengan bahasa tarzan.  Tunjuk gambar, bilang sesuai nomor yang tertera, berapa jumlah yang ingin dipesan, bayar.  Selesai!  Cara ini lebih efektif daripada mikir pesennya dalam bahasa Inggris kek mana.  Kelamaan!  Untuk yang gampang lapar kayak aku ini nanti malah emosi duluan. Mending main tunjuk-tunjuk gambar dan taraaa.......makan kita!

Piringnya modelan wajan dalam bentuk kecil kayak mainan masak-masakan.  Saat pesan harus ditunggu dan diangkat sendiri, selesai makan juga harus dibereskan sendiri.  Pokoknya nggak adalah urusan teriak-teriak ke yang punya warung untuk bantu-bantu beresin.  Makan-makan sendiri ya beres-beresin sendiri.  Mau pesan apa saja terserah. Yang penting aturannya kek gitu ya kek gitulah yang harus diikuti.

(Bersambung) 

Ziarah Porta Sancta (Bagian 2)

30 Okt 2025

Jadi ziarah kali ini dimulai dengan foto-foto dulu di Harbour Front Centre bersama peserta yang lain dari berbagai paroki yang ada di Batam dan Bintan.  Nasib jadi orang 'semampai', mau foto paling depan pun tetap saja yang muncul mukanya hanya secuil.  Terima nasib sajalah.  Namanya juga produk kurang gizi dari jaman purba๐Ÿ˜‚

1.  Church of the Holy Spirit

Kalau tidak salah, di brosur disebutkan kalau kunjungan pertama itu seharusnya ke Blessed Sacrament Church.  Ternyata pindah haluan ke Church of the Holy Spirit.  Ya nggak papa sih.  Kita kan hanya mengikuti instruksi.  Yang penting tujuan ziarahnya terpenuhi, itu sudah cukuplah buat saya.  

Rencananya acara akan dimulai dengan mengadakan misa pembukaan di sini. Tetapi karena ada umat yang sedang menerimakan sakramen perkawinan di bangunan utama,  terpaksa misa diadakan di dalam kapel, yang ternyata dinginnya minta ampun.  AC-nya maut, Rek! Uademm pol!  Untung saya sempat mengambil jaket saat keluar bus.  Yang lain pada kedinginan sayanya malah bisa santai-sntai sambil nyanyi lagu-lagu misa dengan semangat๐Ÿ˜‚

Karena Romo pendamping tidak boleh memimpin misa, maka panitia minta tolong salah satu romo dari Novena Church untuk membantu memimpin misa.  Kalau nggak salah namanya Romo Sixtus dari Lembata.  Kalau dibilang dari Lembata itu sudah bisalah ya dikira-kira bagaimana bentukan romonya.  Nggak perlu dijelaskan lagi kayaknya.  Peace Romo๐Ÿ™๐Ÿ˜

Misa berjalan dengan khusuk karena diadakan dalam bahasa Indonesia.  Kalau dibawakan dalam bahasa Inggris takutnya khusuk kagak mumet iya. Kotbahnya pun singkat, padat dan jelas.  Intinya adalah bahwa setiap manusia punya kesempatan untuk bertobat, jadi pergunakanlah sebaik-baiknya selagi sempat.  

Sesudah misa, lanjut acara 'pertoiletan' dan foto-foto lagi.  Ada foto sendiri-sendiri, ada juga sesi foto bersama.  Pokoknya semua wajah yang tadinya bangun kepagian terlihat bahagia.  Saya yang sebelumnya menguap terus mulai di ferry sampai di bus juga mulai kehilangan aura kantuknya.  Semangat foto, semangat ke toilet.  Berusaha menikmati setiap acara yang disajikan oleh panitia dengan gembira.  

Semangat!!

 2.  Church of the Sacred Heart

Selesai dari Church of the Holy Spirit lanjut tujuan berikutnya, Church of the Sacred Heart.  Rupanya pas ada acara mantenan juga.  Tapi karena acaranya sudah selesai maka kami diberi izin untuk masuk dan berdoa di dalam gereja.  Semua masuk ke dalam gereja dengan tertib dan tenang karena ada beberapa doa dari buku panduan yang akan kami daraskan.  
 
Dipimpin oleh Romo Aurel, doa-doa berhasil dipanjatkan.  Meskipun waktunya sangat singkat karena gereja akan dipergunakan untuk kegiatan selanjutnya oleh beberapa umat lokal, tetapi tidak mengurangi kekhusukan dalam melantunkan segala wujud doa dan permohonan.  Semua terlihat tenang dan tertib.  Kalau pun ada yang ngonten pasti dilakukan secara sembunyi-sembunyi.  Soalnya nggak enak saja sama yang lain.  Masak Romo sibuk memimpin doa kita sibuk ngonten? 
 
Berdoa selesai lanjut foto-foto lagi.  Kali ini sesi foto sendiri-sendiri kayaknya.  Lha waktunya harus segera mengejar tujuan selanjutnya.  Jadi yang sempat foto ya lanjut foto dulu, yang nggak sempat foto ya lanjut masuk bus.  Pokoknya dibikin senang diri sendirilah biar nggak capek.  Biar pun cuman naik turun bus capek juga loh rasanya.  Maklum, yang ikut ziarah rata-rata sudah senior.  Jadi ya memang tidak bisa lincah-lincah lagi kayak jaman waktu masih mudalah ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚
 
Baru juga dua gereja perut sudah bunyi-bunyi.  Untung masih ada snack sarapan pagi yang belum sempat kemakan.  Meskipun sudah diinfokan untuk tidak makan-makan di dalam bus, tetapi saya tetap makan dengan diam-diam karena lapar. Yang penting segala macam remah-remah tidak mengotori bus.  Wajib dijaga sendirilah biar tidak bikin masalah di negara orang.  Makan diam-diam, ngelap mulut diam-diam, buang sampah diam-diam.  Bersyukur juga dapat tempat duduk paling belakang.  Minimal bisa sembunyikan mulut yang sedang mengunyah supaya tidak ketahuan.  Intinya itu jaga kebersihan deh!
 
Kali ini ceritanya tentang dua gereja dulu ya.  Nanti sambungannya lihat saja di Bagian 3.  Boyok saya sudah pegel-pegel jadi nggak bisa langsung dituliskan sekaligus.  Biar nggak terlalu panjang juga ceritanya, ye kan?!  ๐Ÿ˜‡
 
(Bersambung)

 

Ziarah Porta Sancta (Bagian 1)

29 Okt 2025

Ketika seorang kawan menawarkan untuk ikutan ziarah Porta Sancta ke Singapura di hari Sabtu, 25 October 2025 langsung saja kuiyakan.  Bayar cuman Rp1.550.000 tapi sudah bisa mengunjungi lima gereja termasuk gereja katedral yang ada di sana.  Biayanya juga sudah meliputi biaya ferry PP Batam-Singapura, sarapan, bus dan tips untuk tour leadernya.  Menurutku dengan biaya segitu dapatnya segitu itu sudah oke bangetlah. Kalau pergi sendiri alamat lebih gempor karena harus nyari-nyari dulu di mana tempat tujuannya.

Karena naik ferry jam 6 pagi, maka jam 5 pagi sudah harus standby di pelabuhan ferry.  Alarm kusetting di jam tiga pagi.  Eh, jam dua dini hari sudah dibangunkan sama pak Djokowi.  Hadeuh, mana kalau sudah melek itu susah merem lagi...!  Jadilah tergolek-golek saja sampai alarm beneran bunyi, terus rebus air buat mandi.  Siapin apa yang mau disiapin, sat set sat set, jam empat pagi siap berangkat ke pelabuhan.  Untung ada tebengan, kalau tidak kan ya harus ngrepoti pak sopir online lagi.

Sampai di pelabuhan pas jam lima pagi.  Suasana pelabuhan masih remang-remang karena sebagian lampu-lampu  masih belum dinyalakan. Padahal jam segitu calon penumpang sudah banyak yang berdatangan.  Tidak berapa lama lampu-lampu mulai dihidupkan dan panitia perjalanan kami mulai berdatangan. Kali ini rombongan ziarah akan dipimpin oleh Pastor Aurelius Pati Soge, SVD.

Pertama-tama ada pembagian boarding pass ferry dari panitia.  Kemudian dilanjutkan dengan pembagian sarapan yang terdiri satu kotak snack isi tiga macam dan satu kotak lagi berisi nasi kuning dengan topping macam-macam.  Yang sudah beres boleh langsung masuk untuk check in di bagian imigrasi.  Karena chek in sudah mulai menggunakan sistem auto gate jadi nggak terlalu lama prosesnya.  Tinggal lanjut nunggu pemberangkatan di ruang tunggu keberangkatan.

Masih ada waktu sekitar 20 menit sebelum boarding. Akhirnya kusempatkan untuk sarapan.  Makan nasi kuningnya.  Enak! Enak banget malah.  Toppingny ada ayam goreng, ada kering tempe, ada telur bumbu sambal, ada kering kentang Mustofa, lengkap dengan sambelnya.  Sayang nggak sempat difoto.  Maklum, kalau sudah ketemu yang namanya makanan enak itu yang lain-lain otomatis akan terlupakan.

Selesai sarapan, tak perlu menunggu lama langsung boarding.  Ferrynya bagus dan bersih dan kursinya nggak sempit di kaki.  Toilet pun banyak jadi nggak perlu menunggu lama untuk antri.  Pokoknya siplah.  Cerita selengkapnya selama di Singapore ada di Bagian 2 ya.  Yang ini baru pembukaannya saja๐Ÿ˜

(Bersambung) 

Sang Pendosa Mencari Tuhan

2 Jun 2025

 ============================================================================

Yoh 16:29Kata murid-murid-Nya: "Lihat, sekarang Engkau terus terang berkata-kata dan Engkau tidak memakai kiasan.

Yoh 16:30Sekarang kami tahu, bahwa Engkau mengetahui segala sesuatu dan tidak perlu orang bertanya kepada-Mu. Karena itu kami percaya, bahwa Engkau datang dari Allah."

Yoh 16:31Jawab Yesus kepada mereka: "Percayakah kamu sekarang?

Yoh 16:32Lihat, saatnya datang, bahkan sudah datang, bahwa kamu diceraiberaikan masing-masing ke tempatnya sendiri dan kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.

Yoh 16:33Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia."

 ============================================================================

Setelah 30 tahun lebih tidak pernah mengikuti misa harian di pagi hari, akhirnya kesampaian juga ikut misa di Jogja.  Tiba-tiba saja pengin.  Kemarin-kemarin tidak sempat karena memang alasan pekerjaan.  Kemarin-kemarinnya lagi juga tidak sempat karena berbagai macam alasan.  Tapi di antara semua itu alasan yang paling utama hanya satu, yaitu MALAS ๐Ÿ˜

Ikut misa harian lagi setelah bertahun-tahun tidak pernah pergi sebenarnya adalah tantangan tersendiri bagiku.  Niat bangun pagi antara mau pergi dan iya itu rasanya gimana gitu.  Nggak jelas!  Apalagi misa harian di Jogja biasanya dimulai jam setengah enam pagi. Kalau ikut misa berarti masak harus buru-buru.  Belum lagi malas membayangkan harus mandi subuh-subuh.  Tapi ya namanya sudah terlanjur niat makanya harus dilaksanakan.  Biar matanya tidak bintitan karena berubah-ubah niatnya.

Karena gereja paling dekat dengan rumah adalah Gereja St. Fransiskus Xaverius Kidul Loji, aku ikut misanya ya di situ.  Jalan kaki tidak sampai dua puluh menit sudah sampai gereja. Gerejanya besar dan adem.  Misanya cepet selesai dan kotbahnya pun tidak bertele-tele.  Dan asyiknya lagi koor selalu ada.  Mau cuman dua biji atau empat biji manusia, tetap adalah yang namanya lagu-lagu.  Lha microphonenya saja banyak.  Beda dengan parokiku tercinta yang microphone untuk koor baru keluar hanya pada Natal dan Paska.  Makanya kalau menyanyi terbiasa seperti orang menjerit-jerit.  Takut tidak kedengaran sama orang yang di luar gereja ๐Ÿ˜‚

Sama dengan paroki lain pada umumnya, misa harian tentu saja tidak sepadat misa hari Sabtu atau Minggu.  Duduk umat pun mencar-mencar.  Jadi gereja yang besar tetap saja seperti kekurangan isi meskipun ada yang ikut misa.  Masalahnya mau duduk di mana saja romo ya oke-oke saja.  Yang penting ada orang di dalam gereja.  Mau duduk di bangku depan, di tengah atau di belakang tidak masalah.  Tidak akan disuruh-suruh pindah ke depan untuk mengisi bangku yang kosong.  

Pertama ikut misa harian aku permisi dulu sama Dia yang tergantung di salib,"Tuhan, beri aku kesempatan untuk percaya lagi!"

Seperti waktu yang dulu-dulu, aku selalu senang datang lebih awal sebelum misa dimulai.  Saat bangku-bangku belum banyak terisi.  Saat suara angin dan nafas diri bahkan bisa terdengar sampai ke relung hati.  Bisa duduk diam dalam keheningan terasa menyejukkan jiwa.  Meditasi, kontemplasi, apalah namanya itu.  Yang jelas di bawah pandangan salib Tuhan aku mencoba untuk berbenah diri.  Mencoba menyadari bahwa hidup tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.  Mencoba mengerti bahwa dalam pergumulan harus selalu ada pengharapan.  

Dan sama seperti yang Ia tanyakan kepada para muridNya, Yesus bertanya balik kepadaku," "Percayakah kamu sekarang?" 

Tugas Koor Jumat Agung Yang Melelahkan

30 Apr 2025

Di antara semua tugas di gereja, sepertinya tugas koor Jumat Agung kali ini adalah tugas yang paling melelahkan.  Bukan hanya karena harus berlatih menyanyi lagu-lagu baru yang lumayan banyak jumlahnya, tetapi juga karena masih harus berlatih lagi lagu yang harus dinyanyikan dalam pasio.  Sebagai informasi, pasio adalah bacaan Injil yang biasanya dinyanyikan saat Minggu Palma atau Jumat Agung dalam kegiatan Pekan Suci.  Karena Ibadah Jumat Agung berlangsung dua kali, jam dua belas siang dan jam tiga sore, maka dua kali itu pula kami harus bertugas.  Kalau satu kali ibadah berlangsung hampir tiga jam lamanya, bisa dibayangkan berapa lama kami harus berjuang untuk  bisa tetap bernyanyi demi kelangsungan acara.

Sebenarnya aku tidak keberatan untuk bertugas dua kali ibadah.  Tetapi jumlah lagu yang terlalu banyak, dan waktu latihan yang mepet membuat koor terasa kurang maksimal.  Kalau semua peserta koor paham notasi mungkin tidak jadi masalah.  Yang jadi masalah adalah karena tidak semua peserta koor paham notasi dan jumlah ketukan dalam sebuah lagu.  Bisa dimaklumi karena kebanyakan mereka ikut koor karena memang disuruh komunitasnya masing-masing dan sebagai bentuk pertanggungjawaban karena mendapat jatah tugas liturgi.  Jadi semakin di-push dengan banyak lagu baru maka hasilnya seperti itulah.  Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata ๐Ÿ˜

Bagaimana tidak melelahkan, saat latihan saja sudah terasa demikian.  Terlalu banyak lagu yang harus dipelajari, dan terlalu banyak peserta koor yang gonta ganti.  Hari ini datang, kali lain hilang.  Sopran dan Alto yang lumayan banyak tidak diimbangi dengan Tenor dan Bas yang hanya beberapa gelintir saja jumlahnya.  Beberapa gelintir saja kalau tahu bagaimana harus bernyanyi dengan baik tidak masalah.  Ini mengeluarkan suara saja takut-takut apalagi harus berlatih lagu sebanyak itu.  Tambah takut lagi.  Waktu latihan dua kali seminggu dengan jam yang cukup lama membuat tenaga seperti terkuras rasanya.  Guru pengajar yang notabene paham not capek, apalagi murid yang pahamnya hanya setengah-setengah.

Menurutku, koor Jumat Agung itu cukup belajar dua tiga lagu saja dari teks.  Sisanya bisa ambil dari buku Puji Syukur seperti biasanya.  Dengan demikian belajar lagu-lagu baru bisa fokus dan menyanyi pasionya juga tidak gratul-gratul karena takut salah. Kalau terlalu banyak yang harus dipelajari malah banyak lupanya.  Mau diforsir latihan berjam-jam pun tidak akan mempan.  Bagus tidak, amburadul iya.  Apalagi kalau sound sistemnya tidak bisa menjangkau tempat duduk koor yang sebanyak itu.  Peserta koor banyak atau sedikit kalau speaker untuk menyanyi mencukupi pasti suara akan bisa terbantu dan terjangkau oleh umat yang duduk di dalam maupun di luar gereja.

Menurutku lagi, tugas koor itu adalah bagian dari tugas liturgi.  Seharusnya koor bukan menjadi ajang gaya-gayaan hanya karena ingin tampil di depan.  Bukan pula karena ingin bersaing wilayah mana yang tampilannya lebih baik atau tidak baik.  Bukan banyak-banyakan lagu baru.  Bukan juga karena mau tampil di panggung atau mau konser supaya dilihat dan dipuji-puji orang.  Yang ingin dikeploki setelah selesai bernyanyi.  Koor adalah salah satu pendukung berjalannya suatu liturgi dalam gereja.  Bukan menjadi perhatian utama dari sebuah liturgi.  Yang menjadi perhatian utama di dalam liturgi harusnya adalah Tuhan sendiri.  Koor, petugas liturgi yang lain, itu adalah sarana pendukung supaya liturgi dalam misa atau ibadah bisa berjalan dengan baik.  

Bagiku, tugas koor kali ini adalah tugas yang paling melelahkan di antara tugas yang pernah ada.  Dari saat latihan sampai saat harus tampil habis-habisan.  Tetapi di antara semua itu, tetap bersyukur karena masih beroleh kesempatan untuk bisa terlibat dalam tugas liturgi dalam pekan suci tahun ini.  Meskipun sangat heran dan merasa lucu sekali dengan himbuan dari paroki yang meminta umat mengenakan warna baju sesuai liturgi padahal tidak ada aturan resmi dari Gereja Katolik Roma, aku juga tetap bersyukur.  Kuanggap saja angin lalu.  Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.  Aku bukan bagian dari umat Gereja Katolik Paroki, tetapi aku adalah bagian dari umat Gereja Katolik Roma.  That's all.  Jadi apa-apa yang sekiranya tidak masuk akal akan kulewatkan begitu saja tanpa beban.  Selamat merayakan Jumat Agung, bagi yang merayakan! ๐Ÿผ๐Ÿ’“
 
#Late post, 18 April 2025 

Misa Kamis Putih Dengan Baju Warna Terserah


Misa Kamis Putih di paroki kali ini hanya berlangsung satu kali.  Hanya ada di jam tujuh malam.  Jadi harus berangkat agak cepat supaya dapat tempat duduk di dalam, yang ada bantalan untuk berlutut.  Maklum, seiring bertambahnya umur, rasanya kaki cepat pegal kalau harus berdiri terus sepanjang misa.   Padahal misa Pekan Suci di mana-mana biasanya berlangsung agak lama.  

Beruntunglah yang memimpin misa romo baru.  Bukan baru ditahbiskan jadi romo, tapi baru diperbantukan di paroki.  Jadi misa tidak berjalan lama seperti yang kubayangkan sebelumnya.  Kotbahnya pun tidak bertele-tele dan langsung sampai pada tujuan.  Dalam kotbahnya Romo A sempat mengomentari mayoritas umat yang mengenakan pakaian berwarna putih saat misa. Kamis Putih, baju Putih.  Memang tidak terlalu relevan menurutku.  Tapi kenyataannya memang seperti itu.  Banyak umat yang memadupadankan pakaian sesuai 'judul' yang ada selama pekan suci.  Hanya ada beberapa umat, termasuk aku dan suami, yang berpakaian warna terserah apa saja, yang penting bersih dan rapi.

Aku memandang salib yang masih tertutup kain ungu.  Apakah warna pakaian begitu penting bagiMu, Tuhan?  Manakah lebih penting, baju berwarna putih, atau hati penuh dosa yang ingin pengampunan dariMu?  Manakah lebih penting, baju berwarna putih atau keinginan untuk mengubah diri?


Diam-diam aku membayangkan Yudas Iskariot.  Dia sedang duduk mengitari meja perjamuan bersama murid lainnya.  Bibir tersenyum tapi hati menyimpan dilema.  Di satu sisi ia membutuhkan uang, di satu sisi ia tidak bisa menghianati guru dan Tuhan.  Hati yang meragu.  Hati yang setengah-setengah.  Dan akhirnya dengan gundah gulana ia memutuskan untuk melakukannya. Penghianatan!  Dari cerita yang kutahu, Yudas sang penghianat pada akhirnya merasa kecewa dan menyesal.  Ia membuang semua uang yang didapatkan dan membunuh dirinya sendiri karena penyesalan yang sangat dalam.

Dalam hidup ini, aku bisa saja menjadi seperti Yudas Iskariot.  Diam-diam ingin 'menjual' Tuhan.  Diam-diam ingin mengeruk keuntungan dengan mengorbankan banyak orang.  Diam-diam menjadi manusia congkak dan sombong tanpa sadar.  Diam-diam mencari jalan untuk saling menjatuhkan.  Diam-diam merencanakan banyak hal yang menyakitkan.  Aku bisa saja dalam sekejap mencari muka di hadapan Tuhan dan dalam sekejap melupakan semua kebaikanNya.  

Kamis Putih dan segala yang ada di dalamnya.  Seolah sebuah gambaran cinta yang harus sering dirayakan.  Sebuah pesan.  Sebuah wasiat.  Sebuah kekuatan yang diwariskan.  Keberlanjutan sebuah cinta.  Saling mencintai satu sama lain.  Saling melayani tanpa pamrih.  Itu teori.  Tapi pelaksanaannya setengah mati.  Kamis Putih adalah pengingat diri bahwa aku bukanlah siapa-siapa, jika berhenti menimba kekuatan dari sumber kekuatan itu sendiri.

#17April2025

FB: https://www.facebook.com/tiennaa25


 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS